Ticker

6/recent/ticker-posts

Datangi LPSK, Perwakilan Masyarakat Papua Adukan PSN Pengembangan Pangan dan Energi di Merauke Timbulkan Ketegangan Sosial

GosipNews.com - Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, LBH Papua Pos Merauke dan perwakilan masyarakat Papua, mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Kamis Lalu (24/10-2024). Mereka mengadukan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pengembangan Pangan dan Energi di Merauke, Provinsi Papua Selatan yang mereka nilai telah menimbulkan ketegangan sosial, dugaan pelanggaran HAM, kejahatan kehutanan dan kerusakan lingkungan hidup.

Kehadiran mereka diterima langsung Ketua LPSK Brigjen (Purn) Pol Achmadi dan Wakil Ketua LPSK Mahyudin didampingi jajaran Biro Permohonan dan Penelahaan (BPP) LPSK. Setelah pertemuan, LBH Papua dan perwakilan masyarakat Papua yang hadir, langsung mengajukan permohonan ditandai dengan pengisian formulir permohonan perlindungan ke LPSK.

Dalam pertemuan itu, perwakilan masyarakat Papua mengungkapkan, PSN Pengembangan Pangan dan Energi di Merauke, Provinsi Papua Selatan, melibatkan Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Investasi/ Kepala Badan Penanaman Modal Nasional, perusahaan konsorsium Global Papua Abadi dan Jhonlin Group.

Mereka menjelaskan, proyek pangan dan enegi itu dinilai menimbulkan ketegangan sosial karena lahan masyarakat diambil paksa, diserobot, bahkan sering terjadi kekerasan dan aparat yang berjaga mengawasi gerak-gerik warga. Semua tindak-tanduk aparat disampaikan langsung kepada Ketua LPSK Brigjen (Purn) Pol Achmadi dan Wakil Ketua LPSK Mahyudin dan jajaran pegawai LPSK lainnya.

Direktur Pusaka Bentala Rakyat Franky Samperante menegaskan, warga menolak dan meminta presiden menghentikan proyek tersebut. “Masyarakat setempat yang kebanyakan masih masyarakat adat ini memiliki relasi dengan tanah sangat kuat. Jadi, penyiksaan itu tidak dialami (dalam) bentuk fisik saja tetapi juga psikis. Para ibu di sana saat bersaksi selalu menangis,” tutur Franky.

Dia menambahkan, alasan yang dikedepankan untuk menjustifikasi kehadiran banyaknya aparat yang berjaga di daerah Merauke hingga pembentukan Batalyon karena Merauke dilabeli salah satu daerah berstatus wilayah rawan keamanan. Padahal, bukan hanya karena status wilayah itu saja. “Banyak aparat berjaga juga untuk mengamankan proyek pangan tersebut,” imbuh Franky.

Sebelumnya, tandas Franky, pernah hadir Merauke Intergrated Food Estate. Namun, warga merasakan ketidakadilan dalam penguasaan tanah dimana sebagian besar dari 2,5 juta hektare yang direncanakan malah banyak dimiliki perusahaan. “Pemerintah harus membuat peraturan agar hak-hak warga asli bisa dihormati dan dilindungi termasuk hak atas pangan, mata pencaharian, sistem kehidupan yang tidak semua dibebankan kepada perusahaan,” ujar dia.

Masih kata Franky, warga lokal sebetulnya sudah memiliki sistem mata pencaharian, sistem pangan yang mendukung perekonomian daerah dengan cara berbeda dengan korporat. Mereka bertani, berburu hingga melaut dan juga taat membayar pajak untuk negara.

“Papua lebih cocok dengan skala kecil berbasis pada pengetahuan dan usaha mereka, Papua tidak bisa seperti Jakarta yang langsung dengan pabrik, tidak bisa membabat hutan sekian hektare. Karena menghilangkan hutan harus proses yang rumit bukan hanya izin kepada warga tetapi juga dengan persetujuan leluhur. Negara semestinya menghormati pilihan hdup mereka,” katanya.

Ketua LPSK Achmadi mengatakan, kehadiran perwakilan masyarakat Papua ini dilandasi semangat untuk melindungi karena mereka sudah merasa terancam. “Mungkin diawali dengan sosialisasi yang kurang dari pemerintah kemudian ditindaklanjuti dengan kesewenang-wenangan kepada pemilik tanah,” ungkap Achmadi.

Pada kesempatan itu pula, Achmadi menyatakan, LPSK siap melindungi warga yang hidupnya kini tidak lagi tenang. “Semua ada proses yang harus dijalani. Semoga bukan hanya perlindungan namun solusi dari proyek pemerintah ini sehingga tidak merugikan warga setempat,” ungkap purnawirawan Polri bintang satu ini.*

Sumber: Biro Humas LPSK

Lihat artikel lain di Google News