GosipNews.com - Tak terima atas vonis uang pengganti pada terdakwa kasus korupsi timah, PT Timah Tbk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut PT Timah Tbk, hukuman uang pengganti pada Harvey Moeis tidak sebanding dengan kerugian negara yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum.
Untuk itu, PT Timah Tbk menggugat Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka meminta norma pasal yang menyebutkan pidana tambahan uang pengganti dalam jumlah sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi diubah.
Dalam petitumnya, PT Timah meminta agar norma baru bisa dimaknai agar para koruptor yang dijatuhi pidana bisa dikenakan pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang sama dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat aktivitas korupsi mereka.
"Sepanjang tidak dimaknai pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian negara berupa kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi," tulis permohonan nomor 29/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 dikutip dari kompas.com.
Dalam dokumen permohonan yang diakses dari laman MK, Rabu (12/3/2025), PT Timah menyinggung kasus Harvey Moeis dkk yang telah merugikan negara Rp 271 triliun.
PT Timah mempersoalkan Harvey Moeis dan 9 terdakwa kasus tambang timah ilegal yang hanya dibebankan Rp 25,4 triliun untuk membayar ganti rugi.
Oleh sebab itu, PT Timah menilai Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor tersebut sangat jomplang dengan kerugian negara yang telah ditafsirkan oleh jaksa.
PT Timah berpandangan, negara harus menegakkan hukum secara adil dan merata kepada seluruh warga negara.
"Bahwa akibat penerapan Pasal 18 ayat 1 huruf b UU Tipikor tersebut menjadi tidak adanya keadilan dan kepastian hukum karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti kerugian keuangan negara atau perekonomian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal di wilayah IUP pemohon, yaitu sebesar Rp 271.069.688.018.700," tulis dokumen permohonan PT Timah.
Kasasi ke MA
Sementara dalam berita sebelumnya, terdakwa kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis, Helena Lim, Mochtar Riza Pahlevi, Suparta dan Reza Andriansyah bakal melakukan perlawanan melalui jalur kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pasalnya mereka tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang telah menjatuhkan vonis lebih berat pada Kamis (13/2/2025) lalu.
Anggota tim penasihat hukum Harvey Cs, Andi Ahmad mengatakan, pihaknya bakal terlebih dahulu mengkaji hasil putusan dari PT DKI Jakarta yang telah menjatuhkan vonis lebih berat.
Andi pun meyakini bahwa para kliennya tersebut tidak bersalah seperti apa yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Maka yang pasti kami akan menempuh upaya hukum, tapi untuk kemudian nanti keputusannya seperti apa, kami masih menunggu, kami masih berdiskusi juga dengan tim,” kata Andi kepada wartawan saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/2/2025).
Kendati demikian, Andi belum bisa memastikan kapan pihaknya akan mengajukan upaya hukum kasasi terhadap kliennya.
Pasalnya selain belum menerima secara resmi salinan putusan dari pengadilan, tim hukum kata dia juga masih akan mempelajari pertimbangan majelis hakim saat menjatuhkan putusan banding tersebut.
“Yang pasti kami akan pelajari, karena waktu putusan dibacakan kan kami juga sudah mendengar, tapi yang ingin kami lihat adalah pertimbangan-pertimbangan secara menyeluruh. Jadi kami harus melihat semua pertimbangannya secara menyeluruh,” pungkasnya.
Kejagung Menghormati
Sementara Kejaksaan Agung menghormati keputusan terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, yang memastikan akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
“Kita menghormati sikap itu karena memang merupakan hak yang bersangkutan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, saat dihubungi, Senin (17/2/2025).
Harli mengatakan, untuk menghadapi kasasi tersebut, jaksa penuntut umum (JPU) akan mempersiapkan kontra memori kasasi terhadap langkah hukum yang diambil oleh Harvey Moeis.
“Kembali ke hukum acara, JPU akan mempersiapkan kontra memori kasasi atas sikap kasasi yang bersangkutan,” ujar dia.
Seperti diketahui sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah menjatuhkan vonis lebih berat terhadap para terdakwa kasus korupsi timah ini.
Adapun dalam sidang tahap banding tersebut, teruntuk Harvey Moeis, majelis hakim PT DKI Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun terhadap suami Sandra Dewi tersebut.
Putusan itu tiga lipat dari yang diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yakni selama 6,5 tahun penjara.
Selain pidana badan, pidana tambahan atau kewajiban pembayaran uang pengganti yang dibebankan terhadap Harvey juga ikut bertambah yakni sebesar Rp 420 miliar dari yang sebelumnya Rp210 miliar.
Tak hanya Harvey Moeis, Hakim PT DKI Jakarta juga menjatuhkan vonis lebih berat terhadap crazy rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim yakni selama 10 tahun dari yang sebelumnya hanya 5 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama.
Sementara itu, terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi dijatuhi pidana penjara selama 20 tahun, denda Rp1 miliar dan pidana uang pengganti sebesar Rp493 miliar.
Sedangkan dua petinggi PT Refined Bangka Tin (RBT) yakni Suparta selaku Dirut RBT divonis selama 19 tahun, denda Rp1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp4,5 triliun.
Dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT divonis 10 tahun penjara tanpa dibebankan uang pengganti.
Kerugian Lingkungan Ditagih ke Korporasi
Meski Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menilai kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan dalam kasus korupsi tata niaga timah harus dituntut melalui pengadilan lingkungan, Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap akan mengupayakannya melalui pengadilan tindak pidana korupsi.
Pemulihan kerugian sebesar Rp 271 triliun tersebut akan dimintakan pertanggungjawabannya ke korporasi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Senin (17/2/2025) di Jakarta, membenarkan adanya pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta yang meminta agar kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan dimintakan pertanggungjawaban melalui pengadilan lingkungan.
Meski demikian, kata Harli, karena perkara yang ditangani kejaksaan adalah tindak pidana korupsi, maka tetap akan diselesaikan melalui pengadilan tindak pidana korupsi.
”Dalam putusan pengadilan sudah ditetapkan kerugian negara Rp300 triliun.
Artinya, kerugian keuangan negara itu terdiri dari kerugian keuangan negara Rp29 triliun dan kerugian kerusakan lingkungan Rp271 triliun.
Makanya, diselesaikan menurut hukum tindak pidana korupsi,” kata Harli.
Agar kerugian keuangan negara akibat kerusakan lingkungan dapat dipulihkan, kata Harli, Kejagung telah menetapkan lima perusahaan smelter sebagai tersangka korporasi.
Mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang terjadi.
Kelima tersangka korporasi itu adalah PT Refined Bangka Tin yang akan dibebani pertanggungjawaban kerusakan lingkungan sebesar Rp38,5 triliun, PT Stanindo Inti Perkasa sebesar Rp24,3 triliun, PT Tinindo Inter Nusa sebesar Rp23,6 triliun, PT Sariwiguna Binasentosa sebesar Rp23,6 triliun, dan CV Venus Inti Perkasa sebesar Rp 42,1 triliun.
”Kejaksaan saat ini meminta pertanggungjawaban korporasi akibat kerusakan lingkungan itu. Perkara ini masih berlangsung, kita ikuti perkembangannya,” pungkas Harli, Dilansir dari kompas.id.*
Lihat artikel lain di Google News